Pello Koning
Oleh:Elok Andriani
SMA Annuqayah Putri
(Juara 3 Lomba Cerpen SMA/Sederajat Se-Madura oleh UKMFS SEFiS UTM)
Yang optimis akan berkata: “Terima kasih, akan saya coba” Tapi yang
pesimis akan bilang: “Ah, tak semudah itu”
(Mario Teguh)
Aku
percaya modal utama keberhasilan adalah keberanian. Orang bisa melangkah tanpa
modal, tapi tidak bisa melangkah tanpa keberanian. Diakui atau tidak hanya segelintir
orang yang mengandalkan keberanian. Banyak yang mengira bahwa modal merupakan hal
yang harus diprioritaskan. Sama halnya seperti ocehan yang sering kudengar dari
orang-orang yang tak menyukai usahaku. Ya, kuakui memang miskin.
Walau
tak tahu nasib seperti apa yang akan ditemui setelah lulus nanti, namun aku tak
mengkhawatirkan masa depan. Semua orang berhak mendapatkan kelayakan hidup.
Mulai dari pendidikan, ekonomia, kesenangan, kedamaian, atau yang lainnya.
Usaha dan do’a merupakan senjata yang harus dimiliki setiap orang. Pun
satu-kesatuan yang tak dapat dipisahkan. Karena pada dasarnya do’a tanpa usaha
bohong dan usaha tanpa do’a sombong. Tidak akan mendapatkan keberkahan lebih
tepatnya.
Sebagai
anak kelas III SD aku sudah mengemban pekerjaan yang biasa dilakukan orang
dewasa. Sebagai loper koran. Jatah untuk bermainku tentu saja berkurang.
Pekerjaan ini aku lakukan disamping meringankan beban orang tua juga untuk
menambah biaya sekolah. Sejauh ini aku hidup belum pernah mengeluh dengan
keadaan yang terbiasa mulai sejak kecil. Keterbatasan ekonomi tidak mengurangi
kebersamaan dan keharmonisan keluarga kecil ini. Sedangkan ejekan itu kutepis
dalam-dalam.
“Secara tidak
langsung mereka menghina dirinya sendiri” begitulah biasanya bapak menasehatiku.
Walau
tidak dalam bidang yang sama sepertiku, tapi pada bidang lain yang menjadi
titik kelemahannya. Bisa jadi kemampuan beradaptasi minim, prestasi kurang baik, kasih sayang orang tua kurang, atau
karena yang lainnya.
Waktu
terus berjalan hingga mengantarkanku pada cerita yang terjadi hari ini. Tepat
ketika aku duduk di bangku SMK kelas akhir. Sudahlah, tinggalkan cerita yang
terjadi enam tahun sebelumnya.
Satu
pertanyaan yang menjadi inti dari permasalahan ini. Baiklah, aku tanya
sekarang. Kau tahu Alex Mariar? Kukira pertanyaan ini tak sesulit mencari jarum
dalam tumpukan jerami atau harapan ketika pungguk merindukan rembulan. Tapi bisa
jadi hanya segelintir orang yang tahu. Aku sendiri juga baru tahu. Dari bapak
aku mengenalnya (hanya cerita)
Hari ini terdapat dua orang yang
menjadi cerminanku. Sukses yang benar-benar dimulai dari nol. Orang yang telah
disebutkan tadi (Alex Mariar) dan pak Anwar, salah satu tetangga yang berhasil
mencapai impiannya. Sebagai tentara.
14 September 2012
Tepat
ketika bapak beristirahat dari saka’an,[1]
pak Anwar memberi informasi tentang kehebatan dan perjuangan Alex Mariar. “Alek
Marier” bagitulah bapak menyebutnya. Ucapan seperti ini bisa dimaklumi karena
bapak memang tidak pernah mengecap manisnya bangku pendidikan.
Ya, Alex mariar. Remaja Kabupaten
Manokwari Papua Barat yang berasal dari kelaurga miskin. Ayahnya kuli bangunan.
Namun dia bisa melanjutkan pendidikan sampai perguruan tinggi. Universitas
Negeri Papua (Unipa).
“Mun ta’ keng
bennyak dunnanya edimmah se eghebeye bejerennah pamarenta?” [2]Kalimat
yang sering menusuk gendang telingaku. Mereka kira pendidikan hanya berlaku
pada orang-orang atas saja. Bentuk pemikiran yang primitif. Sungguh kejam
perkataan itu. Bukankah nasib juga bisa diubah dengan usaha dan do’a?
Keadaan boleh seperti ini, tapi aku berjanji
akan membuat orang tua tersenyum. Hari ini aku diremehkan, tapi ada waktunya
Tuhan akan mengubah semuanya menjadi lebih baik. Semuanya akan indah pada
waktunya. Aku tidak ingin dunia menertawakanku hanya karena tidak kuat menahan
cemoohan yang datang silih berganti. Hidup ini bukan seperti air dalam gelas, diam
tak bertambah atau berkurang. Tapi seperti musim yang berubah. Beginilah cara
kehidupan bekerja, berlaku adil tanpa pandang bulu.
Jika pak Anwar berhasil mengapa aku
tidak? Aku tahu perjalanan hidupnya seperti apa. Siapa yang menyangka akan
seperti yang aku lihat sekarang? Dari beliau aku mendapat motivasi .
“Kelas IV bapak
sudah nyiram tembakau, metik jagung, metik cabe kalau hari sabtu, atau pekerjaan
lain selama tenaga masih mampu. Itu bukan punya orang tua, tapi orang yang
mencari bantuan tenaga dan bapak dapat upah. Mulai saat itu bapak tidak minta
dibeliin baju lagi sampai sekarang. Sebisa mungkin bapak yang ngasih ke orang
tua” begitulah ucapan yang entah keberapa kalinya pak Anwar katakan padaku.
Tepat ketika sinar matahari berhasil
mengeluarkan keringat dari pori-pori kulit, aku berdiri di aspalan. Lampu merah
merupakan moment terpenting untuk menawarkan dua puluh koran yang sekarang ada
di genggaman tangan kiri. Panas tidak seberapa jika dibandingkan dengan
keinginan yang menggebu. Tidak putus sekolah. Titik.
Penghasilanku
tidak seberapa. Jika dihitung tidak sebanding dengan lamanya berdiri. Ditambah
lagi sebagian hasil yang harus kuberikan pada ibu. Ibu memang tak pernah
meminta hasil kerjaku. Tapi aku sadar semua yang ada di rumah ini milik siapa.
Milik bersama, kami.
Koran
yang kujual memang sudah banyak dikenal masyarakat. Sebagian rubrik di dalamnya
memberi informasi berbagai kampus di Indonesia. Letak, fakultas yang
diterapkan, biaya selama kuliah, maupun yang lainnya. Air mata yang sering
tumpah melihat nama-nama perguruan tinggi itu bukan hal baru yang bapak temukan
ketika melihatku.
Sebagai
siswa kelas akhir tingkat SLTA, aku juga menginginkan untuk melanjutkan ke
bangku pendidikan yang lebih tinggi. Kuliah. Biasanya para orang tua akan
menanyakan kemana akan meneruskan sekolahnya. Namun ini berbeda denganku yang belum
pernah ditanya akan melanjutkan ke mana. Tak perlu ditanya kenapa. Orang tua
sangat ingin anak semata wayangnya juga seperti orang lain, tapi karena
keuangan yang menjadi kendala, maka aku tak berani mengatakan langsung pada
beliau. Begitupun dengan orang tua.
Pak
Anwar pernah bilang bahwa ibunya sampai menjual kasur dan perabot dapur ketika
masuk semester III. Penghasilan beliau sebagai penjaga toko saat itu belum juga
menutupi kekurangan yang ada. Tapi pak Anwar yakin, Tuhan akan menunjukkan
kekuasaannya. Sesuatu yang diawali dengan niat baik akan menghasilkan yang
bermanfaat pula. Ternyata benar. Malam harinya juragan cabe memberikan modal
lima ratus ribu untuk memulai usaha.
Lupakan hal ini sejenak dan beralih
pada topik lain. Sebenarnya banyak jalan agar bisa keluar dari masalah ini.
Salah satunya, ma’af bukan sombong. Bukankah nilaiku dari kelas X SMK bisa
dikatakan baik? Kenapa aku tidak mencoba untuk daftar beasiswa, atau bidik misi
seperti yang sering diperbincangkan teman?
Akupun berencana untuk menemui pak
Anwar. Aku yakin beliau mau membantuku.
“Sudah berapa
kali menang lomba selama tiga tahun dan lomba apa saja?” Tanya beliau
“Hanya dua
lomba, Pak. Semuanya lomba menulis. Essay dan LKTI ”
Aku tidak paham, kenapa ditanya
berapa kali menang lomba?
“Kalau pramuka
ikut berapa kali?” lanjutnya
Tambah bingung!!!
“Waktu SMK
sudah tujuh kali” jawabku datar
“Kapanpun kamu
sempat ke sini tolong sertifikat lomba dan pramukanya dibawa” pintanya
“Ya, Pak”
Aku gontai berjalan. Asumsiku sudah
menebak bahwa ini taktik untuk menghindar dari permintaanku. Akh… Segera
kutepis pikiran buruk itu. “Tidak mungkin”
batinku.
Dairi. Ya, aku harus bercerita
langsung. Sekarang. Satu-satunya teman yang tak pernah menolak ceritaku. Namun,
ketika membuka lembar kedua belas rasa ingin menulis itu hilang. Jadinya, bad
mood[3].
Otakku memerintahkan untuk beralih pada buku motivasi bersampul merah. Buku
yang didapat dari menulis artikel tingkat Kabupaten dua tahun lalu.
Kubaca beberapa kata motivasi di
dalamnya. Selama ini aku hanya mengartikan secara kontekstual, dan untuk
menghibur diri aku mencoba menyelami maknanya sekarang. “Hadiah pertama bagi
yang melakukan kebaikan adalah kebaikan pula.” Dari kalimat itu aku mengartikan
bahwa niat baik yang ditanam akan berujung pada kenyataan yang tak hanya
menjadi harapan.
UN semakin dekat. Kesibukan belajar
bukan pemandangan baru lagi sekarang. Begitupun denganku, juga menyempatkan
dengan banyak buku yang dibawa sebelum berangkat ke tempat ini, (tempat menjual
koran). Waktu kosong sebagai kesempatan belajar walau tanpa berkelompok.
Tiga
minggu yang lalu UN sudah selesai. Teman-teman sibuk dengan sekolah yang hendak
diambil selanjutnya. Ini berbeda denganku yang sampai detik ini belum tahu perkembangan
bantuan yang kuminta pada pak Anwar. Putus asa sudah mau menderaku. Namun
kuyakini bahwa ini jalan terbaik yang Tuhan berikan. Tidak kuliah tahun ini
bukan berarti tidak akan terjadi tahun depan. Semoga bisa. Amien…
“Cong[4],
selamat. Kamu bisa kuliah sampai wisuda tanpa bayar” dating-datang pak Anwar
langsung bicara seperti itu.
Mengagetkanku, maksudnya apa? Bahkan
belum daftar. Satu bulan lalu pak Anwar hanya memintaku membawa sertifikat yang
berhasil diraih tiga tahun terakhir. Ada yang gak beres. Biarlah.
Aku menikmati
panas ini dengan koran yang jumlahnya masih sama seperti biasanya. Dua puluh.
Sambil menunggu lampu merah yang beberapa detik lagi akan menyala.
“Cong,
kamu dapat beasiswa. Ayo pulang dulu” aku hanya menoleh. Kedua alisku nyaris bertemu.
“Ada apa, Pak.
Bercanda doang. Masih belum daftar kan? Uang juga belum mencukupi”
“Sertifikat
loma nasional yang kamu dapat kemarin sudah bapak setor ke kampus yang
mengadakan lomba itu. Sedangkan sertifikat pramukanya juga bapak setor ke kampus
lain. Sudah ada dua perguruan tinggi yang menaunggumu, sekarang tinggal pilih”
“Apa? Tidak
sedang bermasalah kan telingaku?”
Aku tidak akan mencubit kedua pipi
apakah sedang bermimpi atau berkhayal. Kurasa ini benar-benar terjadi hari ini.
Tepat ketika dua menit lampu merah menyala dan aku membuang kesempatan menjual
koran itu dan memilih mendengarkan informasi dari pak Anwar.
“Pak, beneran
ya?” seraya mendekati pak Anwar yang hendak menyulit rokoknya.
“Ayo, Pak kita
langsung pulang. Koran bisa dijual besok” lanjutku
Suatu
hal yang mustahil terjadi akan terjawab “ya” jika sudah dikehendaki-Nya. Tak
ada kesulitan tanpa hikmah yang tersimpan di dalamnya. Sekarang aku tahu
bagaimana senanganya Alex Mariar ketika mendapat kesempatan kuliah tanpa bayar.
Luar biasa.
Pak
Anwar dan Alex Mariar terima kasih sudah memberikan gambaran bagaimana rasanya
pengorabanan menuju harapan, impian, dan kenyataan. Tak mudah seperti membolak
balikkan telapak tangan. Tak cukup satu dua tetas peluh untuk membuktikan bahwa
jiwa tak sekecil keadaan yang terjadi. Juga tak gampang menepis sindiran yang
sering dikatakan orang-orang sekitar. Sekarang bisa membuktikan bahwa aku juga
layak duduk di bangku kuliah.
Beraduk. Ya, rasa itu bercampur.
Sudah tak bisa digambarkan seperti apa wajahku sekarang. Syukur berulang kali,
senang, terharu, kaget, kurang percaya, dan entah apa lagi. Tapi… sujud syukur
belum kukerjakan. Ah… dasar…!!! Ya, nanti setelah sampai di rumah, mengganti
baju dengan yang suci, dan sesudah bersuci aku akan melakukannya.
NB: Jangan
remahkan orang-orang kecil. Semua diciptakan sama. Tugas kita sebagai kholifah
hanyalah menebar kebaikan di muka bumi. Kebaikan yang dimaksud bukan hanya
menitik beratkan pada kekayaan yang nyaris dianggap sempurna. Karena kaya belum
tentu baik.
http://dichvudienlanh24g.com/sua-may-giat-quan-1/
BalasHapushttp://dichvudienlanh24g.com/sua-may-giat-quan-2/
http://dichvudienlanh24g.com/sua-may-giat-quan-3/
http://dichvudienlanh24g.com/sua-may-giat-quan-4/
http://dichvudienlanh24g.com/sua-may-giat-quan-5/
http://dichvudienlanh24g.com/sua-may-giat-quan-6/
http://dichvudienlanh24g.com/sua-may-giat-quan-7/
http://dichvudienlanh24g.com/sua-may-giat-quan-8/
http://dichvudienlanh24g.com/sua-may-giat-quan-10/
http://dichvudienlanh24g.com/sua-may-giat-quan-12/
http://dichvudienlanh24g.com/sua-may-giat-quan-tan-phu/
http://dichvudienlanh24g.com/sua-may-giat-quan-go-vap/
http://dichvudienlanh24g.com/sua-may-giat-quan-phu-nhuan/
http://dichvudienlanh24g.com/sua-may-giat-quan-binh-thanh/
http://dichvudienlanh24g.com/sua-may-giat-quan-binh-tan/
http://dichvudienlanh24g.com/sua-may-giat-quan-tan-binh/
http://dichvudienlanh24g.com/sua-may-lanh-quan-2/
http://dichvudienlanh24g.com/sua-may-lanh-quan-3/
http://dichvudienlanh24g.com/sua-may-lanh-quan-4/
http://dichvudienlanh24g.com/sua-may-lanh-quan-5/
http://dichvudienlanh24g.com/sua-may-lanh-quan-6/
http://dichvudienlanh24g.com/sua-may-lanh-quan-7
http://dichvudienlanh24g.com/sua-may-lanh-quan-8/
http://dichvudienlanh24g.com/sua-may-lanh-quan-9/
dịch vụ cưới trọn gói
BalasHapushttp://cuoihoihoanggia.vn/the-best-wedding-planner-in-vietnam/
http://cuoihoihoanggia.vn/wedding-planner/
http://cuoihoihoanggia.vn/dich-vu-to-chuc-dam-cuoi/
http://cuoihoihoanggia.vn/nghe-chuc-dam-cuoi-nghe-hanh-phuc/
http://cuoihoihoanggia.vn/dia-diem-chuc-dam-cuoi-dep-va-chuyen-nghiep-o-ha-noi/
http://cuoihoihoanggia.vn/kinh-nghiem-chuc-dam-cuoi-ngoai-troi/
http://cuoihoihoanggia.vn/nen-thue-wedding-planner-hay-tu-chuan-bi-cuoi/
http://cuoihoihoanggia.vn/kinh-nghiem-chon-dich-vu-wedding-planner-chuyen-nghiep/
http://cuoihoihoanggia.vn/dao-tao/
http://cuoihoihoanggia.vn/wedding-planner-la-gi/
http://cuoihoihoanggia.vn/phong-sinh-nhat/
http://cuoihoihoanggia.vn/thiet-ke-va-phong-tiec-dam-cuoi-dep-tai-ha-noi/
http://cuoihoihoanggia.vn/dich-vu/phong-cuoi-hoi/
http://cuoihoihoanggia.vn/trang-tri-phong-san-khau-tiec-cuoi-hoi-truong-dam-cuoi-dep-o-ha-noi/
http://cuoihoihoanggia.vn/trang-tri-phong-san-khau-tiec-cuoi-hoi-truong-dam-cuoi-dep-o-ha-noi/
http://cuoihoihoanggia.vn/mau-phong-cuoi-dep-lung-linh-lam-mua-lam-gio-nam-2015/
http://cuoihoihoanggia.vn/cho-thue-ao-phu-ghe/
http://cuoihoihoanggia.vn/dich-vu/cho-thue-ban-ghe-dam-cuoi/
http://cuoihoihoanggia.vn/dich-vu/backdrop-hoa-giay-cuoi/
http://cuoihoihoanggia.vn/tu-lam-backdrop-cuoi-bang-hoa-tuoi-chi-voi-3-buoc/
http://cuoihoihoanggia.vn/dich-vu/nha-bat-dam-cuoi/
http://cuoihoihoanggia.vn/dich-vu/cong-hoa-cuoi/
http://cuoihoihoanggia.vn/dich-vu/trang-tri-cuoi-hoi/
http://cuoihoihoanggia.vn/dich-vu/trang-tri-cuoi-hoi/
http://cuoihoihoanggia.vn/dich-vu/trang-tri-ban-reception/
http://cuoihoihoanggia.vn/trang-tri-cau-thang-nha-ngay-cuoi/